Senin, 24 September 2007

Tuhan Kok Dilapori

Tulisan ini ingin menyorot kebiasaan cara kita do'a. Banyak orang berdo'a 'seperti laporan
kepada Allah. Seperti apa doa laporan? Coba simak kalimat berikut ini, Ya Allah, hari ini
tanggal 2 April 2005 kami hadir di Alun-alun ini dalam rangka mengikuti Upacara HUT Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ke 58.?Atau, dengan doa Ya Allah, hari ini kami hadir di
pendopo, untuk mengikuti acara serah terima jabatan eselon III. Sekitar 20 orang melakukan
serahterima jabatan ini, dan disaksikan oleh sekitar 200 orang karyawan kantor Pemerintah
Daerah. Maka,..?Dst.
Setelah laporan, biasanya disambung dengan do'a memohon ampun kepada Tuhan, dan
sederet permohonan lain, Ini terkesan lucu, masak Allah dilapori. Wong manusia
melakukan apa saja atas pertolongan Allah. Allah mengetahui apa yang kita lakukan, dan
yang kita rencanakan sehingga tidak perlu dilapori. Terus terang, terhadap do'a yang model
begini, hati ini enggan mengamini. Apanya yang diamini wong isinya laporan hal-hal yang sudah
jelas. Untuk mengamininya malu kepada Tuhan, sebaiknya hilangkan laporan dalam do'a.
Langsung to the point aja, Kata ulama sufi, ada doa panjang tetapi sedikit dikabulkan, dan ada
kalanya doa pendek tetapi permintaannya dikabulkan semua Nah, pilih yang mana?
Rasulullah saw menegaskan, Ad do'au muhul 'ibadah (Doa itu otaknya ibadah), Perbanyak
do'a agar kita dapat pahala. Hamba yang enggan berdo'a, di hatinya ada kesombongan. Allah
tidak cinta kepada orang yang sombong.

Mengapa kita mesti berdo'a? Bukankah Allah maha mengetahui setiap gerak-gerik hati kita
sehingga tanpa berdo'a pun Allah sudah mengerti. Bahkan, gerak-geriknya hati itu atas
kehendak Allah juga, Jangankan berdo'a, melamun atau mengkhayal saja Allah sudah
mengerti. Khayalan dan angan-angan yang muncul itu pun dimunculkan oleh Allah juga.
Maka, Allah mengerti semua lamunan dan khayalan kita. Tapi itu kan lamunan dan
khayalan, bukan do'a. Do'a artinya meminta, karenanya harus jelas apa saja yang kita minta
kepada Allah, bukan hanya dibayangkan. Dan berdo'a itu juga perintah Allah. Ud'uuni astajib
lakum. Artinya, Mintalah kepadaKu, akan Kukabulkan permintaanmu. Ada penelitian, Bahwa do'a yang kita lakukan 80% isinya ditujukan untuk kepentingan dirinya sendiri, Banyak orang lupa mendo'akan orang lain. Orang bijak adalah orang yang diam-diam tanpa sepengetahuan orang lain mendo'akan orang yang pernah mendolimi dirinya agar menjadi orang baik.

Nah, bisakah kita mendo'akan orang yang pernah menyakiti hati kita agar diampuni dosanya oleh Allah? Agama memberi informasi bahwa ada sejumlah orang yang do'anya mustajabah. Yaitu, orang tua untuk anaknya. Orang teraniaya, orang berpuasa, dan doanya musafir. Selain itu, ada waktu-waktu tertentu yang do'anya mudah dikabulkan Allah. Yaitu saat orang lain tidur
nyenyak (tengah malam), saat akan berbuka puasa, di antara dua khutbah (saat khotib
duduk), dan sebagainya. Tentu saja, do'a yang dikabulkan adalah do'a yang masuk akal. Yang
penting kita biasakan dalam berdo'a benar-benar optimis, suaranya merendah, dan dilakukan
dengan tulus.

http://hobibaca.com/hbc/contain_preview.php?menu=Artikel&idx=1018

Minggu, 23 September 2007

Lupakan Jasa dan Kebaikan Diri


Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya, maka semua ini berarti kita
sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi
samudera kekecewaan dan sakit hati. Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu
dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada
sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai
makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka
dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk.

Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak
ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah. Selayaknya kita menyadari bahwa yang
namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa
melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu
berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata
Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan
mendapat ganjarannya.

Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka,
sebetulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang
menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat
berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk
mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya. Namun, andaikata sang
dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas
jasa yang berlebihan. Maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan
imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya. Selain itu, di akhirat nanti
niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala.

Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu,
juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu. Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan seorang ibu justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.

Seorang guru atau karyawan senior juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa
kepada anak didik / juniornya. Karena memang kewajibannya untuk mengajar dengan baik dan
tulus. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur
bukan ujub dan takabur. Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri
andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat
gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang
dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri
dalam riya dan dosa.

Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga
mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik, namun ternyata sang supir sama sekali tidak
berterima kasih, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali. Andaikata kita merasa
kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali
diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja
amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap
balasan dari makhluk. Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita
adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil.


Sahabat, seringkali kita merasa paling berperan ketika acara atau kegiatan yang kita
selenggarakan berlangsung sukses. Maka ketahuilah, saat lintasan hati itu timbul, saat itu
pulalan amal yang kita tanam mulai terbakar habis hingga tak bersisa. Mari kita bersungguhsungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya.
( disadur dari http://hobibaca.com/hbc/contain_preview.php?menu=Artikel&idx=1168 )

Assalamu Alaikum Wr.Wb


Sebagai ajang pembelajaran dan ingin membagi sesuatu kepada orang lain maka lahirlah blog-ku ini. Memang masih sangat kurang tetapi dengan belajar dari blogger-blogger senior saya yakin dapat sedikit demi sedikit menuju ke kesempurnaan. Walau saya yakin bahwa kesempurnaan ini bukanlah milik kita ( baca:manusia ).


Saya teringat sebuah kisah seorang majikan yang sendang berada di dalam mobilnya. Tiba-tiba mobil itu tersentak dan tidak lama lagi mendapat benturan dari belakang. Si majikan baru sadar bahwa mobilnya telah menabrak trotoar membatas bus way. Ingin rasanya dia marak kepada sopirnya tetapi dia sadar bahwa di dalam mobil itu ikut bersamanya seorang pengasuh anaknya. Tidak enak rasanya memarahi sopir didepan orang lain. Karena menjaga perasaan sopirnya diurungkan niatnya untuk memarahi sopir. Di dalam hati kecilnya si majikan ber-istigfar.

Diingatnya semua kejadian-kejadian sepanjang hari itu. Dalam hati dia berpikir kenapa musibah ini menimpanya. Bukankah hatinya selalu mengingat Yang Pencipta, setiap aktifitasnya diawali dengan shalat dhuha, shalat lima waktu tak pernah ketinggalan ( jika tidak berhalangan ), puasa ramadhan penuh, alhamdulillah puasa senin - kamis tak pernah ditinggalkan. Shalat tahajjud alhamdulillah rutin dilakukan setiap malam, berinfak , sedekah, silaturahmi ke kerabat dan handai tolan sudah merupakan kebiasaan. Tetapi toh.... kenapa musibah ini masih menimpa dirinya. Sementara disekelilingnya banyak juga kendaraan, tappi koq hanya mobil saya yang mengalami hal seperti ini.

Terdiam sejenak, si majikan merenung, Astagfirullahaladzimm..... Astagfirullahaladzim...Astagfirullahaladzim.....
Sombong sekali diriku ini Ya Rabb....... Nabi saja Rasullullah yang Mulia Junjungan kami yang jelas-jelas keimanannya lebih tinggi dari semua manusia, yang lebih mengenalmu masih mengalami musibah yang malah lebih berat dari yang ku alami.... Ampuni hamba Ya Rabb.....


Si majikan meneteskan air mata. teringat dalam Al-quran bahwa jangan menganggap dirimu beriman sebelum mendapat ujian dari Allah.

Hikmanya adalah kita semua adalah budak / hamba. Allah lah yang pantas jadi majikan. Sebagai hamba harus mengenal benar sifat majikannya. Dan salah satu sifatnya adalah menguji hamba untuk mengetahui tingkat keimanannya.


Semoga kisah ini bermanfaat..............................................( 12 Ramadhan 1428 H )